Kidal

Orang yang kidal lebih banyak menggunakan tangan kirinya daripada tangan kanannya. Ia biasanya menggunakan tangan kirinya untuk berbagai pekerjaan seperti misalnya untuk menyisir rambutdan memasak. Menulis tidak dapat digunakan untuk menentukan apakah seseorang kidal atau bukan, karena sebagian orang yang kidal menggunakan tangan kanannya untuk menulis, sementara untuk segala hal yang lainnya menggunakan tangan kirinya.

Sebab-sebab

Tak ada orang yang tahu pasti mengapa manusia pada umumnya lebih banyak menggunakan tangan kanannya, tetapi sjeumlah teori telah diajukan.
[sunting] Teori evolusi
[sunting] Ksatria dan perisainya

Teori ini berusaha menjelaskan mengapa orang kidal itu jarang melalui posisi perisai seorang ksatria dan jantungnya. Karena jantung terletak pada sisi kiri tubuh, ksatria yang tidak kidal (yang menggunakan perisainya dengan tangan kirinya untuk membebaskan tangan kanannya untuk menggunakan senjata) akan lebih mampu melindungi jantungnya dan dengan demikian lebih mungkin bertahan dalam suatu pertempuran.
[sunting] Di kalangan binatang

Kebanyakan primata juga memperlihatkan kecenderungan untuk menggunakan tangan yang satu lebih daripada yang lainnya meskipun populasi mereka tidaklah terutama menekankan tangan kanan. Ada legenda umum yang mengatakan bahwa kebanyakan beruang kutub juga kidal.

diambil dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://id.wikipedia.org/wiki/Kidal

Pelatihan Ulang Penyadaran Jati Diri Bangsa

oah St. John, dalam bukunya “The Secret Code of Success“, menawarkan suatu bentuk masyarakat yang kondusif untuk tujuan ini. Masyarakat di mana setiap anggotanya bisa menyadari sepenuhnya potensi luar biasa mereka dengan bantuan anggota masyarakat lainnya.

Untuk itu, semua anggotanya harus saling menjadi “LOVING MIRROR” bagi sesama mereka.

Menurut Noah St. John, pada dasarnya semua manusia adalah ‘gajah’ yang tidak mampu melihat kemampuan mereka sendiri, apapun penyebabnya. Fenomena ini dia analogikan dengan kemampuan manusia untuk melihat warna mata mereka sendiri.

Kita tidak akan mampu melihat warna mata kita sendiri, kecuali kita mengaca.

funny-mirror-painting

Ini akan menimbulkan masalah, bila yang kita gunakan untuk berkaca tersebut adalah kaca yang tidak “obyektif” memantulkan bayangan kita sebagaimana aslinya, seperti kaca yang terdapat di taman ria (taman hiburan), di mana bayangan kita terdistorsi sedemikian rupa sehingga kita bisa tampak jauh lebih bulat, lebih pendek, meliuk-liuk dsb. (cermin yang kita sebut sebagai “funny mirror“).

Dalam kehidupan seorang manusia, pengalaman masa kecil yang negatif, yang tidak memupuk rasa percaya diri mereka, pendidikan yang salah, yang tidak menghargai kelebihan unik mereka, pengalaman hidup yang pahit dan menyakitkan, lingkungan yang tidak bersahabat, penuh persaingan, intrik dan konflik, pandangan-pandangan orang lain yang melecehkan, merendahkan atau yang sekedar meragukan, ini semua adalah merupakan “funny mirror” kita, yang mendistorsi kondisi, potensi atau kemampuan kita sebenarnya.

Jadi, terbayangkan bagaimana kalau kita besar di lingkungan yang selalu mengatakan bahwa kita bodoh, bebal, tidak kompeten, pembawa sial, beban bagi orang tua, anak durhaka, lalu selalu dibandingkan dengan anak lain, “Coba lihat anak itu, pintar sekali dia, kamu itu bisanya apa, sih?” dan sebagainya, maka bagaimana mungkin kita tahu bahwa kita (sebenarnya) tidaklah bebal?

Bila seumur hidup kita bertemu orang-orang yang entah apa motivasinya mengatakan pada kita bahwa mata kita berwarna biru, sementara kita tidak punya alat lain untuk mengecek kebenarannya, maka mungkinkan kita bisa tahu warna mata kita yang sebenarnya?

Ya, bila seumur hidup kita hanya bisa mengaca pada “funny mirror“, maka bukankah akan sulit untuk tidak berpikir bahwa kita jelek, sementara bayangan yang kita lihat di cermin tersebut selalu jelek?

Jadi masalah banyak sekali manusia yang membuat mereka tidak bisa sesukses potensi yang mereka miliki bukanlah karena mereka tidak memiliki kepercayaan diri akan kemampuan mereka, tetapi karena mereka tidak mengetahui adanya kemampuan tersebut dalam diri mereka.

diambil dari http://www.tips-sukses-total.com/

Menjadi Guru Kreatif yang Sukses

Sukses adalah apa yang kita pikirkan dan kita ingin raih. Setiap orang memiliki arti sukses yang berbeda-beda. Ada yang menginginkan kesuksesan dalam bidang karir, materi, profesi, ada juga yang menginginkan kesuksesan dalam bidang sosial keagamaan. Menjadi guru merupakan salah satu profesi unik, di mana kesuksesan guru tidak hanya terkait pada dirinya sendiri, tetapi juga terkait dengan anak didiknya. Seorang guru dianggap berhasil jika mampu menghasilkan anak didik dengan nilai-nilai hasil pelajaran yang baik, akhlak yang baik, sikap mental yang baik, dan juga kemampuan dan keterampilan hidup sesuai dengan usianya. Jadi, sangat menarik bahwa kesuksesan seorang guru terkait tidak hanya saat anak didik belajar di sekolah, tetapi juga saat anak didik tersebut keluar dan lulus dari sekolah.

Sukses itu bukan dimulai dari luar sana, sukses dimulai dari diri sendiri. Sukses terkait dengan cita-cita dan keinginan apa yang ingin diraih. Karena itulah hal pertama yang harus kita lakukan adalah membuka pikiran dan wawasan seluas-luasnya bahwa kita bisa mencapai apa saja yang kita inginkan. Seperti anak kecil yang membayangkan sesuatu tanpa ada batasan-batasan tertentu, begitulah juga pikiran kita. Kadang kita terbelenggu dengan satu pikiran bahwa seorang guru ya tidak boleh bercita-cita tinggi. Seolah-olah menjadi guru tidak bisa berkembang menjadi besar, seolah-olah sudah menjadi takdir yang harus diterima begitu saja tanpa ada usaha. Paradigma itu harus diubah: sukses bisa diperoleh siapa saja, apapun profesinya. Kesuksesan itu tidak terkait dengan profesi tertentu.

Kesuksesan selalu bermula dari pikiran kita apakah kita menginginkan untuk mencapai sesuatu atau tidak. Jika pikiran kita mengatakan bahwa kita bisa mencapai dan meraih apa yang kita inginkan, akan tumbuh kekuatan besar dalam diri kita untuk bisa mencapainya. Sebaliknya, jika dalam pikiran kita sudah tergambar pesimisme bahwa kita tidak bisa mencapai kesuksesan, maka sudah pasti kita tidak bisa mencapai apa yang kita inginkan. Karena masing-masing orang memiliki latar belakang, kebutuhan dan keinginan berbeda, kesuksesan itu bisa dari berbagai sisi. Ada orang yang secara materi menginginkan dalam beberapa tahun ke depan bisa mempunyai rumah dan kendaraan, maka saat itu tercapai, orang tersebut bisa dibilang sudah sukses mencapai satu keinginan yang dicita-citakan. Di sisi lain, ada juga yang menginginkan dalam kurun beberapa tahun ke depan bisa mendirikan lembaga pendidikan atau sekolah. Jika hal itu tercapai, maka orang tersebut bisa dibilang telah mencapai kesuksesan. karena satu cita-citanya telah tercapai.

Namun demikian, ada juga orang yang bercita-cita bahwa kehidupan dunia dan kerja-kerja yang dilakukannya adalah untuk kepentingan ibadah. Karena itulah, ia mungkin tidak mengharapkan apa-apa kecuali keikhlasannya tidak berkurang dan semakin khusyu’ beribadah. Sebuah sikap tulus yang membuatnya menjadi lebih tenang dan damai dalam menjalankan kehidupan.

Karena itu, jika kita menginginkan kesuksesan, langkah pertama adalah bermimpi atau bercita-cita apa yang kita inginkan dalam kurun beberapa tahun ke depan. Gambarkan cita-cita itu secara detail dan rinci sehingga menjadi target yang harus kita raih. Tidak hanya dalam satu bidang, buatlah impian itu dengan rincian yang jelas. Dalam bidang akademik, kita akan mencapai apa. Di bidang keuangan dan profesi, kita mentargetkan untuk bisa mendapatkan penghasilan berapa dan dalam posisi apa. Sementara dalam bidang ibadah dan sosial, kita bisa naik haji misalnya dalam beberapa tahun ke depan. Semuanya butuh rincian yang detail.

Setelah itu, persiapkan diri dengan baik dengan berbagai keterampilan dan keilmuan yang dibutuhkan. Sukses tidak bisa diraih begitu saja tanpa keterampilan dan pengetahuan yang memadai. Ikutlah berbagai program pengembangan diri melalui pendidikan dan pelatihan sehingga kita mempunyai “senjata” yang cukup untuk mencapai cita-cita tersebut. Tanpa keterampilan dan pengetahuan yang memadai, mungkin kita hanya sedang bermimpi.

Akan selalu ada jalan jika kita mau. Kesuksesan membutuhkan kemauan yang kuat dan kerja keras dalam mencapainya. Mungkin sekarang kita dalam kondisi keuangan yang tidak memadai untuk bisa mengikuti pelatihan atau melanjutkan sekolah misalnya, tetapi dengan berbagai usaha keras, jalan itu pasti akan terbuka. Bisa lewat beasiswa, bantuan pemerintah, ataupun dengan berbagai cara lain. Kemauan dan kerja kerja keras secara konsisten sangat penting karena dalam perjalanannya, kita pasti akan menghadapi berbagai halangan dan rintangan yang menghadang. Tanpa adanya kemauan yang kuat, maka di tengah jalan kita akan terputus dan menyerah dengan berbagai cobaan tersebut. Konsistensi dan disiplin dalam bekerja mencapai cita-cita mutlak diperlukan. Biarkan anjing dan semua halangan itu menggonggong, tetapi kafilah tetap berlalu.

Jangan biarkan diri kita lemah dalam menghadapi itu semua. Jadikan rintangan dan halangan itu penambah gairah dan semangat dalam mencapai apa yang kita cita-citakan. Jangan pernah mengeluh jika kita mendapatkan cobaan. Jika kita merasa orang lain tidak menghargai apa yang kita lakukan, atau bahkan mencemooh, tugas kita adalah mengubah berbagai hal negatif tersebut menjadi energi positif yang menambah daya dobrak dan semangat hidup kita. Jadikan itu semua sebagai tekad, sambil bergumam dalam hati: “nantikan saya kalau udah sukses”.

Hindarkan berbagai belenggu negatif yang mungkin menghinggapi kita. Hindarkan sikap menyalahkan keadaan ataupun menyalahkan orang lain jika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Selalu melakukan intropeksi bahwa masih banyak hal yang harus kita lakukan karena kesalahan yang telah kita buat.

Jika ada beban kerja yang berat, bersyukurlah karena hal itu berarti bahwa kita masih dipercaya oleh banyak orang untuk melakukan berbagai pekerjaan mulia. Semakin bertambah beban kerja kita, artinya semakin terbuka kesempatan bagi kita untuk belajar dari berbagai hal yang kita buat. Jangan juga takut berbuat salah, karena kesalahan membuat kita belajar bagaimana menyelesaikan pekerjaan itu dengan lebih baik di masa mendatang. Kesalahan membuat kita berpikir agar tidak mengulanginya lagi di kemudian hari. Jangan sampai kita terperosok ke dalam lubang yang sama dua kali, karena kita tidak mau belajar dari kesalahan yang kita buat. Mungkin saja kesalahan yang kita buat itu membuat kita gagal atau belum berhasil mencapai apa yang kita cita-citakan. Tetapi yakinlah, bahwa kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda, jika kita mau belajar dari kegagalan tersebut. Tetapi jika kita gagal kemudian terpuruk, maka akan semakin jatuhlah kita.

Karena itu, kita mesti kuat menghadapi berbagai kegagalan dalam hidup. Di tengah persaingan yang ketat seperti ini, sebagai guru kita juga harus terus menerus mengembangkan inovasi dan krativitas dalam berbagai kerja profesional kita. Mengapa harus kreatif? Karena kreativitaslah yang bisa membedakan diri kita dengan orang lain. Kreativitas dan inovasi yang selalu kita kembangkan akan menjadi nilai tambah dibandingkan guru-guru lain. Dengan demikian, walaupun persaingan ke depan semakin ketat, kita bisa mempunyai nilai tambah dalam diri kita yang tidak dimiliki oleh orang lain.

Nilai tambah ini penting karena akan menjadi pembeda yang merupakan keunggulan bersaing kita. Dengan keunggulan bersaing yang kita miliki, kita bisa terus hidup dan berkembang dalam berbagai situasi apapun. Cobalah mulai dengan menggali dari diri sendiri, kemampuan apa yang bisa menjadi nilai tambah kita dibandingkan dengan orang lain. Kita mungkin mampu misalnya membuat media pembelajaran yang efektif dan menyenangkan bagi siswa. Gali lebih dalam potensi tersebut, siapa tahu bisa dikembangkan secara nasional di seluruh Indonesia. Atau kita mempunyai metode belajar mengajar yang efektif dan menyenangkan, hasil dari praktek mengajar dan pengamatan bertahun-tahun terhadap proses belajar mengajar yang sudah dilakukan. Matangkan metode tersebut, lakukan berbagai eksperimen, hingga menjadi metode yang bisa dipertanggungjawabkan dan bisa diterapkan secara massal.

Inovasi dan kreativitas artinya selalu berpikir apa yang bisa kita perbaharui dan perbaiki dari proses pekerjaan yang kita lakukan. Dengan selalu berpikir apa yang bisa diperbaiki, kita tidak pernah terjebak dalam rutinitas pekerjaan yang membosankan. Karena bagaimanapun, saat kita bekerja, menjalankan profesi sebagai guru, yang perlu kita lakukan adalah mencintai sepenuhnya pekerjaan kita. Dengan cinta dan ketulusan, kita akan sepenuhnya bekerja sepenuh hati. Tidak ada lagi keluhan dan umpatan yang keluar dari mulut kita karena berbagai kesulitan dan kekurangan yang kita hadapi.

Setiap hari, saat masuk kelas, kita selalu berpikir bagaimana membuat proses belajar mengajar hari ini lebih baik, lebih efektif, dan lebih menyenangkan dari hari-hari kemarin. Dengan demikian, hidup akan selalu kita hadapi dengan penuh optimisme dan kegembiraan. Tidak ada lagi kebosanan dan kesedihan yang mengiringi hidup kita. Pada akhirnya, apa yang kita cita-citakan, dan kerja keras yang kita lakukan adalah tugas kita sebagai manusia. Kita senantiasa berdoa agar kesuksesan dan kebahagiaan itu selalu mengiringi kita, karena selain usaha dan kerja keras kita, Tuhan Maha Penentu yang terbaik untuk kita.

Salam semangat selalu, jangan pernah menyerah. Gantungkan cita-cita, raih dengan kesungguhan dan kerja keras….


diambil dari http://gurusukses.wordpress.com/2009/12/19/menjadi-guru-kreatif-yang-sukses/

Menjadi Orang Tua Teladan

Pendidikan anak hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang tua dengan anak-anak. Jika anak merasa disayangi dan diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka anak akan merasa bahwa mereka adalah bagian dari keluarga.
Sebagai orang tua hendaknya memperhatikan keinginan anak sepanjang keinginan tersebut tidak menyalahi norma dan aturan yang berlaku di masyarakat maupun agamanya. Begitu juga sebaliknya, anak pun juga harus tahu kewajibannya yang harus dilakukan sebelum meminta hak kepada orang tuanya. Namun, menemukan anak dengan tipe ini sangatlah sulit. Mereka cenderung tidak mengerti kewajibannya dan selalu mementingkan haknya, oleh itu sebagai orang tua harus punya perencanaan yang matang dalam mendidik anaknya lebih-lebih cara mendidik anak itu dilakukan dengan penuh kasih sayang dan keteladanan.

Betapa bahagia orang tua ketika di hari kemudian mereka dapat memetik hasil jerih payah mereka dan beteduh di bawah kerindangan tanaman yang mereka tanam? Betapa ringannya jiwa dan beningnya mata, ketika melihat buah hatinya adalah malaikat–malaikat yang berjalan di muka bumi, ketika jantung hatinya adalah mushaf Al Qur’an yang bergerak di gerumulan manusia. Namun, apakah orang tua cukup dengan sekedar menunaikan tanggung jawab dan kewajiban tersebut lantas berpangku tangan dan masa bodoh?

Keteladanan dalam pendidikan anak merupakan suatu hal yang sangat diperlukan karena terbukti ampuh dan paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika orang tuanya jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan–perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran terbentuk dengan akhlak mulia dan menjauhkan diri dari perbuatan–perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika orang tua seorang pembohong, penghianat, orang yang kikir, penakut dan hina maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.

Adakalanya kita mengingat kembali keteladanan dalam Islam, ungkapan kata keteladanan biasanya disebut dengan “uswatun khasanah” yang sebenarnya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Ahzab: 21 “Sesungguhnya telah ada pada (diri)Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Pribadi agung yang terdapat dalam kehidupan Rasulullah SAW, sebagai pembawa risalah tertulis dalam tinta emas sejarah Islam. Betapa hebatnya beliau yang kehidupannya menjadi suri teladan hidup bagi umatnya. Bahkan setelah beliau wafat sepantasnya beliau mendapatkan gelar pelopor dunia dalam segala bidang kehidupan, baik perjuangan, moral, akhlak, rumah tangga, pribadi dan sebagainya.

Ungkapan uswatun khasanah amat pantas bagi Nabi Muhammad SW, nabi adalah sosok yang bijaksana mendidik umat dan santun dalam bergaul. Maka pantas pula apabila beliau mendapatkan julukan Al Amin, bersifat amanah, seperti firman Allah SWT dalam AL Qur’an surat Al Qalam : 4 berbunyi “Dan sesungguhnya kamu benar – benar berbudi pekerti yang agung.” Selain itu keteladanan beliau ditunjukkan dengan sikapnya yang pemurah, pengasih, penyayang. Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila didalam risalah kerasulannya beliau mendapatkan sebutan rahmatan lil ‘alamin. Firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Anbiya: 107 dikatakan “Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Pun demikian dengan orang tuanya, mereka menganggap bahwa anak adalah investasi masa depan kita. Lantas, mengapa kita tidak mempersiapkan cara yang tepat dalam pendidikan anak-anak kita dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakatnya. Bagi orang tua, mendidik anak yang dilakukan tanpa dipikir masak-masak terlebih dahulu, kelancangan lidah, dan merasa dirinya lebih tinggi dari pada orang lain dengan alasan agar anak menjadi pemberani. Yang jelas, hal itu bukanlah metode mendidik yang efektif. Sebagai orang tua, ajarilah anak kita bagaimana berpikir terlebih dahulu dan termenung berpikir bukan melamun sebelum melakukan aktivitas yang akan dikerjakannya. Orang Amerika dan Jepang terkenal dalah hal ini, mereka lebih banyak berbicara planning daripada action. Ketika berbicara rencana (berpikir sebelum melakukan kegiatan) jauh lebih lama daripada pelaksanannya itu sendiri. Bisa jadi pelaksanaannya hanya satu jam tapi berpikirnya lebih dari satu bulan.
Dengan membiasakan anak berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan suatu hal. Maka, kelak di kemudian hari akan membiasakan anak dapat mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. Pembiasaan itu dapat dimulai dari hal-hal yang kecil, misalnya sebelum makan anak ditanyakan dari mana asal makanan yang akan kita makan? Atau menanyakan bagaimana akibatnya jika sehari tanpa makan apapun? Jika anak bisa mengetahui hal tersebut maka pantang bagi anak untuk menghambur-hamburkan (memubazirkan) makanan. Karena di sekitar kita masih banyak orang yang kekurangan makan dan bahkan tidak makan sama sekali.

Dengan demikian, orang tua mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah memberi nafkah saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Orang tua juga berperan sebagai guru yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Semoga di masa depan kita menemukan malaikat-malaikat yang kita tanam dan kita jualah yang akan memetik hasilnya.

diambil dari http://mkpd.wordpress.com
http://infopendidikankita.blogspot.com/2009/10/menjadi-orang-tua-teladan.html